SDS Taman Siswa Desa Tanjungtiga.
Soeara Rakjat, Tanjungtiga. Taman Siswa, adalah sebuah perguruan atau sekolah yang pertamakali didirikan oleh Raden Mas Soewardi Soejaningrat atau Ki Hadjar Dewantara. Taman Siswa merupakan implementasi dari gagasan bersama Ki Hadjar dan rekan-rekannya sesama pejuang pergerakan kemerdekaan saat tergabung dalam paguyuban Seloso Kliwon.
Paguyuban Seloso Kliwon ini adalah forum yang digelar oleh Ki Hadjar selepas pulang menimba ilmu di negeri Belanda. Bersama teman-temannya, Ki Hadjar sepakat untuk memberi pendidikan kepada kaum muda. Bersama Ki Ageng Suryomentaram, Soerjokoesoemo, Soejopoetro, Pronowidigdo dan kawan yang lainnya, Ki Hadjar lantas mendirikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa, yang kemudian lebih dikenal sebagai Perguruan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922, di Yogyakarta.
Secara harfiah, Taman Siswa sendiri memiliki pengertian taman atau tempat bermain bagi para siswa dan pelajar. Perguruan Taman Siswa sendiri berpusat di Balai Ibu Pawiyatan atau Balai Luhur di Jalan Taman Siswa Yogyakarta. Hingga saat ini, perguruan ini memiliki ratusan cabang sekolah di berbagai kota di Indonesia.
Meski demikian, perjalanan sekolah ini tidaklah mulus. Taman Siswa pernah dibubarkan oleh Belanda karena dianggap membahayakan hegemoni penjajah di Indonesia. Terlebih, Ki Hadjar sendiri selalu menyerang Belanda dengan tulisan-tulisannya yang sangat terkenal.
Di Desa Tanjungtiga, Kecamatan Blanakan, Subang, Jawa Barat, ada sekolah dasar yang juga bernaung di bawah perguruan Taman Siswa. SDS Taman Siswa ini berlokasi di Dusun Sukawera persisnya di alun-alun atau berada di seberang Kantor Desa Tanjungtiga. Sekolah ini adalah salah satu SD tertua di wilayah Kecamatan Blanakan.
SDS Taman Siswa Desa Tanjungtiga sendiri diperkirakan sudah ada sejak 1949 yang awalnya belokasi di Dusun Sukatani (sekarang Lapangan Bola) Tanjungtiga. Saat itu SD ini dipimpin oleh Pak Rospan dan Pak Tarjo dengan dibantu Pak Teha Atmadja dan Pak Soewarya (Warya) yang kesemuanya adalah warga asli Tanjungtiga. Selain itu, SD ini juga pernah mendatangkan beberapa guru asal Yogyakarta diantaranya Ki Soemardi dan Ki Noerherwan.
Tak lama setelah itu, SD Taman Siswa kemudian pindah ke Pasar Reboan yang lokasinya di sekitar jembatan gantung Desa Muara persis di pinggir kali Ciasem. Di sekitar Reboan, SD Taman Siswa menempati ruang bekas pasar yang kosong karena ditinggal pemiliknya. Saat itu, Pasar Reboan sendiri sudah mulai sepi dan tak lama kemudian tutup.
"Saat saya sekolah di Taman Siswa Reboan tahun 1950-an, suasana masih sangat sepi. Masih banyak pohon besar dan semak berduri. Kelasnya juga bekas los pasar dan terbuat dari pager (bilik bambu)," kenang Ki Dastam, seorang warga Sukawera, Tanjungtiga kelahiran tahun 1937.
"Saat saya sekolah di Taman Siswa Reboan tahun 1950-an, suasana masih sangat sepi. Masih banyak pohon besar dan semak berduri. Kelasnya juga bekas los pasar dan terbuat dari pager (bilik bambu)," kenang Ki Dastam, seorang warga Sukawera, Tanjungtiga kelahiran tahun 1937.
Saat itu, warga Tanjungtiga dan Muara memang bermukim di pinggir sungai Ciasem dan hanya dibatasi tanggul yang berada persis di tepi Sungai. Tanggul ini sering jebol dan membuat banjir besar. Bahkan saat tanggul Ki Nari jebol sekitar tahun 1955, desa Tanjungtiga mengalami banjir besar yang membuat lahan pesawahan Tanjungtiga tenggelam dan bahkan bisa untuk berlayar karena berubah seperti lautan.
Pada awal tahun 1960, tanggul besar kemudian dibuat dan warga pun mulai berpindah dari pinggir sungai ke lokasi yang sekarang. Dengan tanggul (deck) yang ada saat ini, potensi banjir besar pun bisa dihindari karena lokasi tanggul yang lebih jauh dari sungai dan mampu menampung debit air lebih banyak.
Pada awal tahun 1960, tanggul besar kemudian dibuat dan warga pun mulai berpindah dari pinggir sungai ke lokasi yang sekarang. Dengan tanggul (deck) yang ada saat ini, potensi banjir besar pun bisa dihindari karena lokasi tanggul yang lebih jauh dari sungai dan mampu menampung debit air lebih banyak.
Setelah Balai Desa Tanjungtiga berdiri di lokasi saat ini pada sekitar 1958, tak lama kemudian SD Taman Siswa pun ikut pindah. Bangunan SD Taman Siswa yang ada saat ini diperkirakan mulai dibangun pada awal tahun 1960. Tak lama setelah pindah, Pak Rosman kemudian meninggal dunia dan diganti oleh Pak Abdul Muin (Alm) sebagai Kepala Sekolah.
SD Taman Siswa sendiri menerapkan sistem pendidikan seperti yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara. Kala itu, para siswa yang pernah bersekolah di Taman Siswa Tanjungtiga akan merasakan betul suasana keakraban dan kedekatan para pengajar dengan anak didiknya. Selain pelajaran membaca, menulis dan berhitung, Taman Siswa juga berusaha menanamkan sikap luhur budaya Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara dan Murid Taman Siswa sekitar 1920-an.
Selain diwajibkan untuk menguasai ilmu pendidikan, para pelajar di SD Taman Siswa Tanjungtiga juga dituntut untuk mampu mengedepankan sikap tenggang rasa, toleransi dan saling menghormati baik sesama siswa, orang tua dan guru. SD Taman Siswa berusaha menanamkan sikap luhur dan budi pekerti sebagai bagian paling penting dalam mata pelajarannya.
Sebagai salah satu Sekolah Dasar tertua, SD Taman Siswa Tanjungtiga telah berjasa besar memberi pendidikan dasar bagi masyarakat Desa Tanjungtiga dan Desa Muara. BDLV/TM
0 comments:
Post a Comment